Minggu, 30 Juni 2013

KEKUATAN DOA

KEKUATAN DOA

by Susilo Handayani (Notes) on Sunday, August 23, 2009 at 3:50pm
Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, tempat tinggal seorang ibu penjual tempe . Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lakukan sebagai menyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang.

"Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. " demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe , dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang. Tapi.......deg !! dadanya gemuruh. Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, ditengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe . Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku..."

Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya. Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe . Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh.

Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan... dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacangnya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia yakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi. Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkan doaku..."

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe. Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang tersebut.

"Keajaiban Tuhan akan datang....pasti, " yakinnya. Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, "kehendak" Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya. Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu.

"Pasti sekarang telah jadi tempe !" batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi. Kecewa, airmata menitik di keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi?

Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk. Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar... merasa sendirian. Allah telah meninggalkan aku, batinnya. Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok dia pun tak akan dapat makan.

Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat. Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya.

"Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya??" Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. "Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe ...."

Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. "Jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe ...."

"Bagaimana Bu ? Apa ibu menjual tempe setengah jadi ?" tanya perempuan itu lagi. Kepanikan melandanya lagi. "Duh Gusti... bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca ?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi ! "Alhamdulillah! " pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli. Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?"

"Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Dina, yang kuliah S2 di Australia ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu ?"

Makna dari cerita diatas adalah jangan pernah menyerah, jangan mengeluh dan teruslah berdoa karena tidak ada doa yang sia-sia, Pastinya Allah akan mengganti setiap butiran tetes airmata atas doa yg kita panjatkan tutlus hanya kepadaNYA... terkadang kita tidak sabar untuk menunggu jawaban NYA.. padahal Allah Maha Mengetahui kapan waktu yang tepat mewujudkan impian dengan mengabulkan semua doa kita..Agar semua indah pada waktunya..

Sejatinya, tidak ada hidup yang sempurna. jangan mengeluh..Ketika kita mengadukan persoalan hidup kepada Tuhan, kita mengakui bahwa diri ini memang lemah. Dan kita berharap agar Tuhan berkenan untuk memberikan bantuan. Sedangkan mengeluh? Ini beda. Sebab, ketika kita mengeluh kita merasa ada sesuatu yang salah dengan takdir ini. Sehingga, ketika mengeluh sesungguhnya kita seperti menyalahkan nasib atas semua hal yang kita alami. Padahal, ada banyak bukti bahwa keluhan yang kita lontarkan selalu bersumber kepada kurangnya rasa syukur kita atas semua pencapaian yang sudah kita raih. Maka itu jangan lupa untuk bersyukur dan bersyukur sehingga kita malu untuk mengeluh.

Terakhir.. mengutip lagu the massive.. jangan menyerah.. hidup adalah anugrah .. tetap jalani hidup ini melakukan yg terbaik.. Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasaNya.. bagi hambaNya yg sabar dan tak kenal putus asa....

Semoga bermanfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar